Mendaki Gunung sekarang adalah salah satu hobi unik yang banyak digemari banyak kalangan. Kegiatan mendaki gunung merupakan petualangan yang menantang, kadang pula merupakan kegiatan yang sangat ekstrim buat seseorang. Orang akan mempunyai perasaan puas tersendiri bila sampai di puncak gunung dan melihat keindahan kawah gunung dari jarak dekat. Tetapi semua itu tidak akan mudah didapatkan tanpa persiapan dan perhitungan yang matang.
Berikut tips mendaki gunung:
Pilih Barang yang Dapat Berfungsi Ganda
Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki gunung selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa. Contoh : Nesting (tempat memasak untuk tentara), bisa digunakan untuk memasak juga untuk tempat makan maupun menyimpan alat-alat mendaki. Alumunium foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di ransel.
Matras
Sebisa mungkin matras disimpan di dalam ransel jika akan pergi ke lokasi yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak pendaki gunung yang lebih senang mengikatkan matras di luar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.
Kantung Plastik
Selalu siapkan kantung plastik/ trash bag di dalam ransel anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun gunung, baju basah dan lain sebagainya. Dapat juga berfungsi untuk lapisan anti air bagi ransel. Atau dapat juga dimanfaatkan sebagai jas hujan saat darurat.
manajeman mendaki
manajeman mendaki
Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang-barang di dalam ransel anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb.
Menyimpan Pakaian
Jika anda meragukan ransel yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda di dalam kantung plastik, gunanya agar pakaian tidak basah dan lembab.
Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak dicampur dengan pakaian bersih
Menyimpan Makanan
Sebaiknya makanan dikelompokkan sesuai ketahanan/ awetnya makanan disimpan. Untuk makanan yang tidak terlalu tahan lama, sebaiknya dibungkus dengan rapat atau di tempatkan memakai perlakuan khusus. Pilihlah makanan yang bervariasi tetapi mudah dan cepat dalam penyajian. Untuk makanan kaleng ada baiknya tidak terlalu banyak, karena selain berat kita juga harus membawa turun lagi kalengnya setelah dikonsumsi, karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan jika dibuang sembarangan.
Menyimpan Korek Api Batangan
Simpan korek api batangan anda di dalam bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering.
Packing Barang / Menyusun Barang Di Ransel
Selalu simpan barang yang paling berat di posisi atas, gunanya agar pada saat ransel digunakan, beban terberat berada di pundak anda dan bukan di pinggang anda hingga memudahkan kaki melangkah saat pendakian gunung maupun saat turun nantinya. Usahakan untuk selalu mengingat-ingat dimana barang bawaan anda di tempatkan di dalam ransel, karena ada kalanya kita akan mencari barang tersebut dengan penerangan yang tidak memadai, jadi akan lebih cepat jika anda mengetahui dengan pasti dimana letak barang yang anda cari tanpa melihatnya sekalipun. Akan lebih baik anda membawa hal-hal yang menunjang selama perjalanan dan jangan membawa barang yang tidak dibutuhkan selama anda mendaki, karena selain tidak akan berguna juga memberatkan bekal bawaan di perjalanan.
Obat- obatan
Ada kalanya penting juga untuk membawa obat-obatan P3K, atau obat-obat pribadi dalam kantung atau tempat yang mudah terjangkau, karena jika kita mengalami keadaan yang darurat obat itu mudah untuk ditemukan semua orang.
Minuman beralkohol
Sebaiknya tidak dibawa. Sering kali orang ditempat dingin membutuhkan minuman yang hangat, akan tetapi minuman beralkohol bukan pilihan yang tepat disana. Oleh karena minuman tersebut dapat memicu pecahnya kapiler darah karena terlalu cepatnya kapiler darah memuai dalam tubuh.
Manajemen Pendakian
Mendaki
Mendaki
Ada baiknya sebelum memulai pendakian, Anda mencari informasi jalur dan angkutan serta info-info penting lainnya pada para pendaki yang pernah berkunjung kesana, karena hal itu akan sangat berguna untuk persiapan pendakian berkaitan dengan bujet (dana), alat dan perlengkapan yang akan dibawa, transportasi apa yang memungkinkan dan paling cepat, berapa lama anda akan menginap, serta makanan apa saja yang akan anda siapkan, berapa banyak air yang harus dibawa, dll. Hal itu sangat penting mengingat kita akan jauh dari fasilitas yang bisa kita dapatkan di perkotaan, sehingga jika terjadi hal-hal yang di luar kendali kita, paling tidak kita ada persiapan sebelumnya.
Cahaya / Lampu
Benda ini sifatnya sangat vital, tetapi kadang kurang diperhatikan. Ada baiknya kita membawa cadangan sumber cahaya di gunung. Bisa memakai senter ataupun penerangan konvensional semacam lilin ataupun lampu minyak. Hal ini dapat dipilih berdasarkan murah dan gampangnya bahan bakarnya didapatkan. Hal lain yang musti menjadi perhatian adalah, jika mengunakan penerangan berupa api harus mewaspadai keamanan dan tempatnya karena akan jadi mimpi buruk jika kita tidak berhati-hati dalam menjaganya. Sediakan pula dop dan baterai cadangan dan simpan di tempat yang mudah dijangkau, sehingga jika dibutuhkan sewaktu-waktu dapat segera ditemukan. Ada baiknya baterai bekas di bawa turun lagi, agar tidak menyebabkan polusi.
Jas Hujan
Perlengkapan satu ini mutlak dibawa walaupun tidak musim hujan, karena perlengkapan ini mempunyai banyak fungsi di gunung. Selain dipakai saat hujan tiba, jas hujan dapat juga digunakan sebagai tenda darurat (bivoak), alas tidur darurat, atap darurat, selimut darurat, juga bisa dipakai sebagai unsur penting tandu darurat. Jadi jangan sepelekan perlengkapan yang satu ini.
Selamat Mendaki…… Sayangilah Hutan Kita……
Senin, 15 Maret 2010
Selasa, 02 Maret 2010
AKAL ANTARA ISLAM DAN FILSAFAT
AKAL ANTARA ISLAM DAN FILSAFAT
Akal dalam diri manusia tak ada bedanya dengan sifat sempurna lainnya, ia sekalipun sempurna bagi manusia tetapi tetap mempunyai batasan-batasan yang tidak dapat dijangkaunya, sebab manusia adalah makhluk, maka tentu sifat-sifatnya juga makhluk yang tidak bisa lepas dari kekuatan, kelemahan, dan kekurangan. Allah Ta'ala telah menjadikan batasan bagi akal -dalam mengetahui beberapa perkara- berhenti padanya dan tidak akan mampu melewatinya, sebaliknya Allah Ta'ala juga tidaklah menjadikan akal sebagai sarana untuk mengetahui segala macam perkara, karena kalau demikian, maka akan menyamai Al Aliim -yang Maha Mengetahui- subhanahu wa ta'ala pencipta akal itu sendiri. Al Qur'an telah menyinggung dalam banyak ayat tentang para pengguna akal, antara pujian dan celaan.
Allah berfirman,
"... Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rosul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?" (QS Yusuf: 109).
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS Al Furqaan: 44).
LETAK AKAL DALAM TUBUH MANUSIA
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, kalangan ahlul 'ilmi telah berselisih mengenai letak akal pada tubuh manusia, Al Ahnaf (pengikut Hanafi) dan Al Hanabilah mengatakan bahwa akal itu letaknya fiddimaagh yakni di kepala, dalilnya adalah jika kepala itu dipukul dengan benda keras, maka akan hilang akalnya, mereka mengatakan lagi bahwa orang-orang Arab menyebut orang yang berakal dengan "waafiruddimagh" (penuh / sempurna akalnya) sedangkan pada yang lemah akal dengan "khofiifuddimaagh" (ringan / kurang sempurna kepalanya).
Adapun Malikiyah dan Syafi'iyah serta sebagian dari Al Hanabilah mengatakan letaknya akal adalah di hati, dan pendapat ini juga dinisbatkan kepada para dokter -yakni ahli kedokteran yang dulu-, dalil mereka adalah firman Allah, "Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?..." (QS Al Hajj: 46).
Berdalil juga dengan perkataan Umar ibnul Khatthab yang ditujukan pada Ibnu Abbas, "Ia adalah pemuda yang berhati dapat memahami." Dan kesimpulannya ialah bahwasanya akal mempunyai kaitan dengan kepala dan hati secara bersamaan, di mana tempat munculnya pemikiran dan ide adalah kepala, sedangkan munculnya kemauan dan maksud dari dalam hati. Jadi seorang yang berkeinginan tidaklah akan berkeinginan kecuali setelah ada gambaran yang diinginkan, sementara gambaran itu tempatnya di kepala.
EKSPLOITASI AKAL
Semenjak berbaurnya umat Islam dengan umat lainnya, dan awal merasuknya peradaban Yunani, sebagian umat Islam mulai terpengaruh dengan pola pikir Barat, mereka berusaha mengemas pemikiran ini dalam bentuk kemasan baru dengan harapan agar mendapatkan legitimasi di tengah-tengah masyarakat Islami. Maka, nampaklah orang-orang yang ingin menyatukan antara filsafat dan Islam -seperti tokoh kondangnya dewasa ini Abu Ali Al Husein ibnu Abdillah ibnu Sina, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Sina, pemikirannya murni pemikiran Ariestoteles- serta berupaya menyembunyikan perbedaan antara keduanya. Di sisi lain juga banyak yang merasa kagum dengan pengagungan para filosof terhadap akal hingga menjadikannya sebagai sumber segala pengetahuannya dan jalan yang menghantarkan pada hakekat segala sesuatu, lebih ironisnya lagi di antara mereka ada yang menyatakan bahwa argumen-argumen yang bersandar dari wahyu adalah lemah, terbatas bahkan kadang mengandung sesuatu yang kontradiktif berbeda dengan argumen akal, dalil akal adalah dalil yang qoth'i dan logis sedangkan dalil sam'i (wahyu) adalah dzonni, sehingga ketika dalil sam'i bertolak belakang dengan kemampuan akal, menurut mereka wajib mendahulukan akal secara mutlak. Akhirnya hal yang bid'ah dibantah dengan bid'ah, yang bathil dibantah dengan yang bathil pula. Muncullah ideologi-ideologi baru dalam agama, para pentakwil, para analogis, serta manusia-manusia yang berideologi setan, yang oleh agama lain pun tidak pernah tergambarkan untuk sampai pada tahapan seperti ini. Sungguh telah ada istilah penamaan bagi golongan seperti ini yaitu dengan sebutan ahli kalam, aqlaniyyun, mu'tazilah, dan asya'iroh serta orang-orang yang sejalan dengan mereka yang menjadikan akal sebagai landasan ilmunya adapun Al Qur'an dan keimanan serta As Sunnah sifatnya hanya mengikuti karena dianggap mengakibatkan debilitas mentis, jumud, dan lain sebagainya. Hal-hal yang logis bagi mereka adalah pijakan utama dan konsep yang universal.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- sejarah perjalanan para pendahulu mereka, menjadi saksi akan kehancuran dan kebinasaan para eksploitir akal itu. Fakhruroozi, salah satu tokoh pendahulunya mengatakan, "Hasil telaah sepanjang umur kami tidak memberikan manfaat kecuali hanya dapat mengumpulkan katanya... dan katanya...", yang lainnya berkata, "Aku tidak menemukan apa-apa kecuali meletakkan telapak tangan di atas dagu, kebingungan, dan merasakan penyesalan sepanjang masa..." Begitulah keadaan setiap yang menentang dan berpaling dari wahyu (Kitab dan Sunnah). Allah berfirman, "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)..." (QS Al Baqarah: 137). Allah juga berfirman, "... dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokannya." (QS Al Ahqaaf: 26).
ISLAM MEMULIAKAN AKAL
Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menjadikan pondasi perkara agamanya dan membangunnya di atas
ittiba', kemudian memposisikan akal dalam hal itu adalah yang mengikuti. Perkara agama secara keseluruhan tidaklah bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan akal. Maka akal yang jernih tidak akan mungkin -sampai kapanpun- bertolak belakang dengan nash yang shohih -sanadnya maupun dilalahnya- justru keduanya sebagai sumber yang memperkuat. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Tidak didapatkan di dalam Kitab dan Sunnah maupun ijma'ul ummah sedikitpun yang menyelisihi akal yang jernih, sebab yang menyelisihi akal jernih adalah bathil sementara tidak ada dalam Kitab dan (Sunnah) maupun ijma'ul ummah hal yang bathil, akan tetapi didapatkan padanya lafadz-lafadz yang kadang tidak dapat difahami oleh sebagian orang, atau memahaminya tapi dengan makna yang bathil, maka kekeliruan itu berasal dari mereka bukan dari Kitab dan Sunnah." (Majmu'ul Fatawa 2/37).
Sungguh Islam telah memuliakan akal dengan semulia-mulianya, Islam memuliakannya ketika ia -akal- dijadikan tempat pembebanan hukum pada manusia dan dengannya Allah lebihkan manusia daripada makhluk-makhluk ciptaannya yang lain. Islam telah memuliakannya ketika mengarahkannya untuk melihat, memahami diri, alam semesta, sebagai pelajaran dan ibroh. Islam memuliakannya dari akan terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak menjadikannya baik dan tidak pula membukakan jalan yang mengarah ke sana, sebagai tanda kasih sayang dan perhatian Islam terhadapnya. Di antara yang menunjukkan akan hal itu:
Pertama:
Allah subhanahu wa ta'ala membatasi orang-orang yang dapat mengambil manfaat dari peringatan dan pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal. Allah berfirman, "Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)." (QS Al Baqarah: 269). Firman Allah lainnya, "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS Yusuf: 111). Serta firmanNya, "Dan sesungguhnya kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal." (QS Al Ankabuut: 35).
Kedua:
Allah Ta'ala mengkhususkan orang-orang yang berakal dengan pengetahuan yang sempurna terhadap tujuan-tujuan ibadah dan hukum-hukum syariat. Allah berfirman -setelah menyebutkan sejumlah hukum-hukum haji-, "... dan bertakwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal." (QS Al Baqarah: 197). Allah juga berfirman -setelah penyebutan hukum-hukum qishaash-, "Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal..." (QS Al Baqarah: 179).
Ketiga:
Allah Ta'ala telah menyebutkan orang-orang yang berakal dan menyatukan mereka dalam hal melihat kekuasaan-kekuasaanNya dan memahami ayat-ayatNya serta kontinyu dalam mengingatNya, merasa diawasi olehNya, dan ibadah kepadaNya. Allah berfirman, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolong pun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang Engkau telah janjikan kepada kami dengan perantaraan rosul-rosul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.'" (QS Ali Imran: 190-194).
Keempat:
Allah Ta'ala mencela para muqollid, pembebek ajaran nenek moyang-nenek moyangnya, yang demikian itu -taqlid- terjadi ketika mereka membiarkan, menonaktifkan akal-akalnya, dan ridho dengan apa yang telah diperbuat para nenek moyangnya. Allah berfirman, "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,' mereka menjawab: '(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.' (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (QS Al Baqarah: 170-171).
Kelima:
Islam mengharamkan menyakiti akal, karena hal itu akan melenyapkannya dari mengetahui hal-hal yang bermanfaat, misalnya saja Islam telah mengharamkan seorang muslim untuk meminum minuman yang memabukkan dan membahayakan serta setiap yang akan merusak akal. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al Maaidah: 90). Dari Ummu Salamah, bahwa "Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang dari setiap yang memabukkan dan membahayakan." (HR Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Shohih Jaami'us Shaghir).
Juga Islam mencegah dengan keras dari mendalami atau mempercayai hal-hal yang diingkari oleh akal dan yang dapat mengkaburkannya, seperti mendatangi para dukun, paranormal, dan yang lainnya yang mengaku mengetahui hal yang ghaib, serta berbagai macam kesyirikan-kesyirikan.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, adalah para salaf bila salah seorang di antara mereka ditanya tentang masalah aqidah, ia akan menjawab dengan nash-nash Kitab dan Sunnah, seperti yang telah dilakukan oleh Ja'far ibnu Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, ketika raja Najasyi (raja Habasyi) bertanya kepadanya tentang hakikat Isa 'alaihis salam, beliau menjawab dengan apa yang ada dalam Surat Maryam, raja Najasyi pun memahaminya, dan kejadian itu menjadi sebab keislamannya raja Najasyi.
Demikianlah, dan sebagai kalimat penutup, "Janganlah engkau jadikan akal sebagai hakim secara mutlak, sebab telah ada hakim yang mutlak yaitu syariat. Yang wajib adalah mendahulukan apa yang menjadi haknya untuk didahulukan -yakni syariat- dan mengakhirkan apa yang menjadi haknya untuk diakhirkan -yakni akal-, tidak sah mendahulukan yang bersifat kurang dan serba membutuhkan atas yang sempurna dan serba kecukupan. Karena yang demikian itu penyelisihan terhadap akal dan naql." Semoga Allah memberikan taufik kepada apa yang dicintai dan diridhoiNya. Wal 'ilmu 'indallah.
sumber : buletin al-wala' wal bara' bandung
Langganan:
Postingan (Atom)